Wahai penerusku
www.ulilalbab1.blogspot.com

Sudah berapa beribu tahun yang lalu islam berkumandang kemulyaannya. Dengan seorang utusan yang memangku beban dakwah mengawali kegemilangan . Hingga hari ini dengan penuh puji kepada Allah yang memberi jalan hidayah bagi kita atas keislaman.

Teringat hadits nabi yang menerangkan bahwa seorang anak yang lahir kedunia adalah suci bersih dan yang menjadikan yahudi, nasrani, majusi adalah kedua orangtuanya. Seorang bayi ibarat lukisan indah belum terselesaikan yang memiliki potensi tuk enak dipandang. Maka yang mengotori atau mempercantik kombinasi warnanya adalah orangtuanya. Jika tidak terampil orangtua dalam menyapukan kanfas atau kuas usang tanpa serabut yang digunakan maka buram akan menghasilkan, tetapi ketika orangtua adalah pelukis hebat dengan kuas-kuas yang berkualitas akan menambah potensi keindahan yang nyata elok nan dipandang.

Lantunan syahadat sudah kita ikrarkan ketika kita masih dikandung badan. Itulah potensi keimanan besar yang menyatakan bahwa tiyada tuhan kecuali Allah Azza Wajalla, tiyada yang disembah kecuali Dia. Maka beruntunglah bagi kita yang terlahir di keluarga muslim sehingga ayah bunda pun berkomitmen dengan menanamkan kembali benih potensi keimanan sehingga tertanam mengakar dengan kuatnya. Tetapi sayang seribu sayang hal ini kebanyakan dari masyarakat kita hanya sebagai hal rutinitas yang lalai untuk direnungi makna terbesarnya. Padahal ada nilai besar yang harus diperjuangkan sehingga nilai iman dalam artian diyakini dalam hati, terucap dalam lisan dan terbuktikan dalam perbuatan dapat dihasilkan.

Banyak saudara kita yang mengaku islam tetapi beribu amalan yang harus ditunaikan terjauh dari badan. Sehingga tidak dipungkiri akan berdampak kepada cara mendidik anak sebagai dambaan. Yang seharusnya potensi tetap dijaga dan di tumbuh kembangkan malah kadang terbengkalai di lupakan. Cium sayang kehampaan yang selalu memeluk menjadi sinyal kerobohan. Itulah genersi Islam keturunan. Yang kadang kurang mengutamakan arti sesungguhnya keimanan. Maka teringat lah kita akan tingkatan kualitas yang pernah ditanyakan jibril kepada Nabi Muhammad yaitu islam, iman dan ikhsan. Maka mari kita tanya sudah sampai manakah diri kita saat ini?
Kita adalah muslim? Orang Islam? Orang yang tunduk dan berserah? . Kita bisa mengatakan dan tepat karna mungkin KTP kita Islam, melaksanakan sholat, puasa, zakat dll. Maka selanjutnya apakah kita sudah mukmin? Orang yang beriman? orang yang yakin? Yang mendasari ibadah-ibadah kita karna keyakinan kita akan Allah, akan Rasul, akan kebenaran Al Quran? Atau hanya sekedar rutinitas sebagai kegiatan yang mungkin sudah biasa dilakukan nenekmoyang seorang pelaut dulu atau bapak ibu kita?. Hanya pengisi kekosongan waktu atau sekedar melegakan hati karna sudah terhindar dari kewajiban?.

Wahai saudaraku inilah poin terpenting yang harus kita renungkan. Yang harus kita renungkan dengan betul-betul sebagai awal pembentukan generasi penerus. Jangan biarkan anak kita hanya menjadi orang islam tetapi harus menjadi mukmin. Orang yang mendasari segala amalan atas dasar ilmu, mendasari semua ibadah sebagai nilai keimanan. Takut berbuata kejelekan karna dilihat Allah, mengerjakan ibadah karna diperintahkan Allah.

Perbanyaklah bersyahadat karna dia akan bisa memperbaiki dan memperbaharui keimanan kita, aqidah kita, karna kita faham nilai keimanan akan turun dan naik. Berhati-hati dengan hal yang bisa menyebabkan kekafiran. Maka ingatlah wahai saudaraku akan ayat Al Quran yang menyeru “ Dan janganlah engkau mati kecuali dalam keadaan muslim” sehingga kematian kusnul khatimah menjadi akhir manis yang diharapkan dan meninggalkan generasi yang kuwat dalam perkara keagamaan yang menyelamatkan.
Wallahu a’lam . barakallahu fikum.